• Post Title

    Category

    Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s,when an unknown printer...

    Buton





  •                 Aku marah, aku muntab, aku kehilangan kesabarn. Adikku tidak pernah mau menghargai aku. Bahkan disaat aku hendak menempuh ulangan akhir semester 1, saat aku tengah pusing belajar, dia dengan riangnya bermain gitar dengan nyaring. Aku kesal, aku sebal, dan aku tidak terima.
                    Aku susah berbicara padanya, karena ia jarang mendengarkan ucapanku. Mendengarkan saja jarang, apalagi mau melakoninya. Begitu pula saat ia kusurh berhenti bermain gitar, agar aku bisa berkonsentrasi belajar matematika. Belajar matematika memang membutuhkan konsentrasi dan ketenangan, terlebih bagi orang tidak sabaran sepertiku.
                    Tapi agaknya adikku enggan merespon ucapan, aku kalap. Dia balik memarahiku. Ia memang menyebalkan, tidak mau mengalah. Kami saling ngotot, dan amarahku sudah terkumpul penuh di suatu tititk.
                    Tangan, rasanya aku ingin memukul apa saja atau membanting apa saja untuk meluapkan amarahku. Melampiaskan rasa kesalku. Cermin, benda mati itu mengamatiku, benda paling dekat denganku.
                    “Pyar!!!!!” sekali pukul, cermin disebelah kiriku sudah pecah dan pecahannya bertebaran di sekitarku. Aku sadar, tangan kananku menghantam benda tajam dan membuatnya panas berdenyut- denyut. Tapi rasa amarahku membuatku lupa. Adikku terus saja keras kepala.
                    Aku menyerah, aku kembali ke tempat belajarku dan menemukan helm ku tergeletak di depanku. Seperti kurang puas, kubanting penuh nafsu helm ungu itu. hingga menimbulkan suara benturan yang cukup keras. Tapi, helm ku tidak pecah.
                    Aku menangis, dan tiba- tiba aku sadar kalau darahku sudah berdarah dan darahnya tercecer di lembar belajarku. Ada lubang kecil ditanganku dan mengeluarkan darah terus menerus. Mungkin itu luka saat aku menghantam cermin yang kurang lebih berukuran 1m x 1m. Tidak cukup serius, tapi cukup nyeri.
                    Akibat ulahku, aku kesusahan menulis dengan tangan kanan. Meskipun amarah menguasai, cobalah untuk menguasainya balik. Jika ia sudah membisikan perintah yang buruk dan kamu melakukan, maka hanya penyesalan yang diterima akhirnya nanti.
                    Sudah cermin rumahku pecah dan tangan kananku luka, padahal esok hati aku harus tes. Semua salahku. Aku yang harus menerima resiko. Dan kalian, jangan sekali- kali meniru hal ini.

                    Andrea Pirlo. Pangling-kah kamu dengan wajahnya setelah ia membela Juventus dibandingkan dengan saat masih berkostum AC Milan? Antara wajah bersih melankolis dan muka sangar penuh cambang?
                    Yang pastu tidak membuat pangling: inilah nama jaminan setiap kali sepak bola bicara tentang “pengatur permainan” dan jago tendangan bola mati.
                    Para eksekutor bola mati, dengan spesialisasi skill masing- masing, umumnya berkembang karena bakat dan ketekunan mengasah kemampuan. Juga bagaimna ia mempelajari, mencontoh dan mengembangkan teknik- teknik bintang idola dan role mode-nya.
                    Pirlo adlah salah satunya. Sejak masih bocah, ia rajin mencermati teknik Zico, Diego Maradona, dan Roberto Baggio. “Sejak kecil aku menonton video- video Baggio, Zico, dan Maradona, berusaha menirukan mereka saat bermain sendirian dengan (menghadapi) dinding. Memang unsur bakat itu ada, tapi anda harus memupuknya,” katanya.
                    Dan kita tahu, Pirlo menjadi salah satu maestro tendangan bebas yang bukan hanya setara dengan tiga panutannya itu. Ia disebut- sebut memiliki teknik yang bahkan tidak dimiliki oleh Michel Platini, Roberto Carlos, Gianfranco Zola, Juninho, dan David Beckham.
                    Tendangan Pirlo cenderung melengkung mendatangi mulut gawang, jatuh dengan arah tak terduga. Bola seperti di-remote control untuk memaksa kiper lawan terkelabui. Tidak sekeras dan semelengkung kanon Juninho, tidak separabolik “bulan sabit” Beckham, tidak lurus sekencang Carlos, atau meluncur selembut kecohan Zola; tetapi Pirlo diberkahi kemampuan mengukur presisi dengan pelintiran bola yang bisa membuat kiper merasa betapa bodohnya.
                    Maka ketika ia mengambil penalti di perempat final Euro 2012 dalam drama melawan Inggris, saya tidak dilarutkan oleh opini bahwa Pirlo memfotokopi gaya fenomenal Antonio Panenka di Piala Eropa 1976. Sang regisseur punya gayanya sendiri, dan katakanlah: itu penalti khas Pirlo.
                    Peran Pirlo sekarang tertuang untuk Juventus sebagai sentar permainan, otak tim, dan titk kebergantungan. Lini tengah AC Milan goyah ketika dia hijrah ke Turin, sama seperti ketika Internazionale kehilangan nyawa lini tengah karena ia memilih bergabung denga Rossoneri.
                    “Kalau kami menyesal, bagaimana dengan Milan?” tutr Massimo Moratti, bos Inter ketika Milan membiarkan status free transfer pirlo ke Juventus.
                    Pirlo menegaskan eksistensi sebagai regista atau deep-lying playmaker yang brilian. Spesialisasi itu dibentuk oleh Carlo Ancelotti, yang memboyongnya ke AC Milan pada tahun 2001. Pirlo pun mengakui kejelian Carletto. “Selamanya aku berterima kasih kepada dia. Karier baruku berawal dari situ,” ungkap Pirlo di Daily Mail.
                    Kemampuan mengatur permainan, dengan umpan- umpan terukur yang mengisyaratkan datangnya momen penting menguak pertahanan lawan itulah yang mengukuhkan kehebatannya sebagai konduktor, sehingga ia dijuluki L’Architetto atau Il Metronomo.
                    Apa yang diraih sekarang, termasuk menjadi otak permainan di tim nasional Italia, sangatlah kontras dengan ketika ia memulai baerbaju profesional bersama Brescia. Daily Mail mencatat, saat itu para jurnalis menertawakan nama seorang pemain yang baru berusia 16 tahun 2 hari. Nama Pirlo, dalam bahsa Italia, hanya berbanding satu huruf untuk sebuah ejekan menggunakan kata “pirla” yang berarti idiot.
                    Tetapi dengan kejeniusannya sekarang, siapa yang berani  menertawakn Pirlo? Pada 2000, di Piala Eropa U-21, sebagai kapten Italia dan nomor punggung 10 –kostum idolanya, Baggio –Pirlo menjadi pemain terbaik sekaligus top skorer. Gli Azzurri mengalahkan Republik Ceko 2-1 di Bratislava, Slovakia. Pirlo memborong dua gol di partai pamungkas itu, antara lain lewat tendangan bebas dari jarak 25 meter, kemampuan yang kemudian menjadi ciri khasnya.
                    Ia hanya kalah formalitas dalam capaian gelar individual dari para pemain segenerasinya di ranah pennghargaan Ballon d’Or atau yang sejenis. Statistik pertandingan banyak menggambarkan peran besar Pirlo yang mirip Zinedine Zidan untuk Perancis, Xavi Hernandez di timnas Spanyol, Christian Ronaldo untuk Portugal, atau Mesut Oziel di tim Jerman. Ketika mengantar Italia menjuarai piala Dunia 2006, Pirlo tiga kali terpilih sebagai man of the match!
                    Kolumnis sepak bola Michael Cox memberi catatan, “Diakah pemain terbaik dari generasinya? Tidak juga, tapi dia yang paling penting...”
                    Ya, ia memang punya segalanya untuk belajar di level pendekar utama. Tiga scudetto, dua gelar Liga Champions, dan Piala Dunia 2006 membuktikan kelengkapan kontribusinya. Pemain berwajah “boros” –lebih tua dari usianya yang 33 tahun– itu bakal dikenang sebagai konduktor orkestrasi yang membangun keindahan simfoni tim, dan eksekutor yang tekniknya tidak dimiliki master free kick manapun.
                    “Mengoper bola kepada Pirlo sama seperti menyembunyikannya di tempat yang aman,” puji legenda Juventus asal Polandia, Zbigniew Boniek.
                    Pirlo yang kini mirip dengan aktor laga Chuck Norris itu hadir dan bertahan sebagai bintang yang berbeda. Bukan yang bla-bla-bla dibawah sorot media, bukan pula pribadi yang mendatangkan resistensi; ia bahkan cenderung merepresentasikan tipe “pahlawan dalam diam”, namun kehadirannya dirasakan dari seperti apa “daya hidup” tim yang dibelanya. Daya hidup yang kini terekspresikan dari cambang lebatnya.
    rss
    rss


    Copyright © 2010 kid.asya.riu All rights reserved.Powered by Blogger.