Aku
marah, aku muntab, aku kehilangan kesabarn. Adikku tidak pernah mau menghargai
aku. Bahkan disaat aku hendak menempuh ulangan akhir semester 1, saat aku
tengah pusing belajar, dia dengan riangnya bermain gitar dengan nyaring. Aku
kesal, aku sebal, dan aku tidak terima.
Aku
susah berbicara padanya, karena ia jarang mendengarkan ucapanku. Mendengarkan
saja jarang, apalagi mau melakoninya. Begitu pula saat ia kusurh berhenti
bermain gitar, agar aku bisa berkonsentrasi belajar matematika. Belajar
matematika memang membutuhkan konsentrasi dan ketenangan, terlebih bagi orang
tidak sabaran sepertiku.
Tapi
agaknya adikku enggan merespon ucapan, aku kalap. Dia balik memarahiku. Ia
memang menyebalkan, tidak mau mengalah. Kami saling ngotot, dan amarahku sudah
terkumpul penuh di suatu tititk.
Tangan,
rasanya aku ingin memukul apa saja atau membanting apa saja untuk meluapkan
amarahku. Melampiaskan rasa kesalku. Cermin, benda mati itu mengamatiku, benda
paling dekat denganku.
“Pyar!!!!!”
sekali pukul, cermin disebelah kiriku sudah pecah dan pecahannya bertebaran di
sekitarku. Aku sadar, tangan kananku menghantam benda tajam dan membuatnya
panas berdenyut- denyut. Tapi rasa amarahku membuatku lupa. Adikku terus saja
keras kepala.
Aku
menyerah, aku kembali ke tempat belajarku dan menemukan helm ku tergeletak di
depanku. Seperti kurang puas, kubanting penuh nafsu helm ungu itu. hingga
menimbulkan suara benturan yang cukup keras. Tapi, helm ku tidak pecah.
Aku
menangis, dan tiba- tiba aku sadar kalau darahku sudah berdarah dan darahnya
tercecer di lembar belajarku. Ada lubang kecil ditanganku dan mengeluarkan
darah terus menerus. Mungkin itu luka saat aku menghantam cermin yang kurang
lebih berukuran 1m x 1m. Tidak cukup serius, tapi cukup nyeri.
Akibat
ulahku, aku kesusahan menulis dengan tangan kanan. Meskipun amarah menguasai,
cobalah untuk menguasainya balik. Jika ia sudah membisikan perintah yang buruk
dan kamu melakukan, maka hanya penyesalan yang diterima akhirnya nanti.
Sudah
cermin rumahku pecah dan tangan kananku luka, padahal esok hati aku harus tes.
Semua salahku. Aku yang harus menerima resiko. Dan kalian, jangan sekali- kali
meniru hal ini.
0 comment:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkujung dan membaca kiriman saya. Kirim balik komentar kalian :)