• Post Title

    Category

    Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s,when an unknown printer...

    Buton

  • (TEN SIX ARMY)

    Tak terasa sudah satu tahun kami lewati bersama dalam satu kelas ini, sepuluh enam. Berbagai kenangan akan tersimpan rapi dan tak akan lekang oleh waktu. Berbagai kelakuan yang mengesankan, menjengkelkan, bahkan lucu telah kami lakukan. Salah satunya kenangan indah ini.


    Aku masih ingat, waktu itu hari Jumat 28 Januari 2011. Pagi- pagi kami sudah berkumpul di sekolah. Hari ini akan lain dari hari- hari lainnya karena sekolah tidak langsung mengadakan kegiatan belajar mengajar seperti biasa melainkan kegiatan jalan sehat yang langsung diikuti dengan kegiatan penanaman pohon. Nama acara ini adalah Go Green.


    Seharusnya setelah kami berjalan- jalan, kami harus menanam pohon. Tapi teman- temanku justru mengerjakan tugas Pkn mereka. Hal ini membuatku marah, aku juga belum mengerjakan tugasku dan aku malah bersusah payah mengurus pohon yang akan kami tanam. Suasana memanas karena aku membentak mereka dan menyuruh untuk mulai menanam. Tapi, mereka mengerti dan segera mengerahkan diri dan mulai menanam.


    Peristiwa sebenarnya justru terjadi seusai kami menanam pohon. Pelajaran dimulai kembali seperti biasa. Dan pelajaran saat itu adalah pelajaran sejarah.


    Aku dan salah satu temanku duduk di barisan belakang. Karena kekurangan pekerjaan, akhirnya temanku yang bernama Farah itu mengeluarkan kamera digitalnya. Aku memandanginya dengan penuh gejolak. Kamipun beraksi. Blitz pada kamera dimatikan, akupun mengawasi pak Bagyo. Dan saat pak Bagyo sedang tidak memperhatikan kami, Farah memotret Theo dan Nia yang saat itu sedang berdiri di depan mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka.


    “Jpreett.” Yap dapat satu. Karena merasa berhasil memotret saat pelajaran dan merasa kurang puas, akupun menyuruh Farah untuk memotretku. “Jeprrett.” Pak Bagyo sepertinya menyadari sesuatu, aku dan Farahpun segera bersikap seolah-seolah sedang memperhatikan Theo dan Nia yang sedang berpresentasi.


    Saat Pak Bagyo mengalihkan perhatiannya lagi, si Wikan dan Resnu yang duduk di belakang kami meminta untuk di potret juga. “Jprettt.” Waduh sial, blitz kamera yang tadi dimatikan kini menyala lagi. Jadilah Pak Bagyo kaget dan beliau berdiri mencari keanehan cahaya blitz dari kamera temanku. Beliau tampak mencari- cari dari mana arah cahaya kilat tadi, padahal diluar cuacanya terang benderang. Aku dan farah segera bersikap biasa kembali, aku berpura- pura membaca buku sambil tertawa cekikikan.


    Lalu Pak Bagyo duduk lagi tanpa menanyakan cahaya kilat aneh yang ia sadari. Suasana saat itu mendukung sekali, teman- teman kami tidak menyadari kalau kami sedang sibuk memotret kelas. Mereka duduk santai sambil terus memperhatikan objek di depan mereka. Mungkin karena ini Pak Bagyo tidak menanyakan keanehan yang terjadi karena mungkin hanya beliau yang menyadari.


    Merasa selamat dan karena Resnu belum di potret, dan karena kami murid yang bandel. Kami kembali memotret. “jeprett.” Blitz menyala kembali, Pak Bagyo dengan sigap langsung berdiri dan menyadari cahaya kilatan kamera kami. (Maafkan kami pak, kami justru foto- foto ketika pelajaran berlangsung) Kami serempak juga menyadari Pak Bagyo sudah berdiri dan mencari tau asal cahaya kilatan itu. Kini aku tanpa berpura- pura memperhatikan yang sedang memprestasikan mengenai kehidupan awal masyarakat Indonesia sambil menahan tawa. Farah yang kaget langsung menyembunyikan kameranya di balik tasnya.


    Lama Pak Bagyo berdiri. Tapi teman- temanku tak ada satupun yang curiga dan tak ada yang berpaling memandangi kami. Kami seperti berkamuflase diantara semua murid. Tapi sepertinya Pak Bagyo menyadari kalau cahaya blitz itu datangnya dari arah kami duduk. Ketika aku melihat Pak Bagyo, beliau sedang memandangi kami. Akupun memberitahu Farah. Dia takut kameranya diambil Pak Bagyo. Tapi, Pak Bagyo tidak mengambil tindakan dan malah duduk kembali.


    Kamipun menghentikan aksi kami dan kembali serius mengikuti pelajarn. Aku merasa kurang puas karena ada satu yang belum terpotret, yaitu Pak Bagyo. Tapi kami tidak mau mengambil resiko dan tidak mau bandel lebih jauh.


    Maafkan kami pak, maafkan kelakuan kami waktu itu. Kini kelakuan kami pada saat itu menjadi salah satu kenangan yang selalu membuatku tertawa terbahak- bahak jika mengingatanya.

    0 comment:

    Post a Comment

    Terima kasih sudah berkujung dan membaca kiriman saya. Kirim balik komentar kalian :)

    rss
    rss


    Copyright © 2010 kid.asya.riu All rights reserved.Powered by Blogger.